Nilai ujian - 2




Sesaat selanjutnya, perlahan kami memisahkan diri. Kami terbujur kecapekan di atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-persatu bersatu dengan bunyi nafasnya yang berat. Kami semasing terdiam kumpulkan tenaga kami yang telah tercerai berai.
Saya sendiri terpejam sekalian coba merasai kesenangan yang barusan saya alami di sekujur badanku ini. Berasa betul ada cairan kental yang hangat perlahan melaju masuk ke liang vaginaku. Hangat serta sedikit gatal menggelitik.

Sisi bawah badanku itu berasa betul-betul banjir, basah kuyub. Saya gerakkan tanganku untuk mengusap bibir bawahku itu serta tanganku juga langsung dipenuhi oleh cairan kental berwarna putih susu yang berlepotan disana.

"Bukan main Winda, rupanya kau juga seperti kuda liar!" kata Pak Hr penuh kenikmatan. Saya yang berbaring menelungkup di atas kasur cuma tersenyum loyo. saya benar-benar benar-benar kecapekan, kupejamkan mataku untuk sesaat istirahat. Persetan dengan badanku yang masih tetap telanjang bundar.

Pak Hr selanjutnya bangun berdiri, dia menyulut sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai kenakan kembali lagi bajunya. Saya juga dengan malas bangun serta kumpulkan bajunya yang berantakan di lantai.

Sekalian kenakan pakaian dia menanyakan, "Bagaimana dengan ujian saya pak?".

"Minggu kedepan kamu bisa ambil hasilnya", sahut lelaki itu pendek.

"Mengapa tidak esok pagi saja?", protes saya tidak senang.

"Saya masih ingin berjumpa kamu, semasa satu minggu ini saya meminta supaya kau tidak tidur dengan lelaki lain terkecuali saya!", jawab Pak Hr.

Saya sedikit kaget dengan jawabannya itu. Tetapi akupun selekasnya bisa kuasai situasiku. Ternyata ia belum senang dengan service habis-habisanku baru saja.

"Saya tidak dapat janji!", sahutku semaunya sekalian bangun berdiri serta keluar dari kamar cari kamar mandi. Pak Hr cuma dapat terbengong dengar jawabanku yang semaunya itu.

Saya sedang berjalan enjoy tinggalkan rumah Pak Hr, ini pertemuanku yang ke-3 dengan lelaki itu untuk menebus nilai ujianku yang tetap anjlok bila ujian dengan ia. Kemungkinan justru menyengaja dibikin anjlok agar ia dapat main denganku. Fundamen.., tetapi harus kuakui, ia lelaki hebat, daya tahannya benar-benar mengagumkan bila dibanding dengan umurnya yang hapir capai umur pensiun itu. Serta dari pagi sampai sore hari inilah masih mampu mengerjakanku 3x, sekali di ruangan tengah demikian saya tiba, serta 2x di kamar tidur. Saya pernah terlelap selanjutnya beberapa saat sebelum bersihkan diri serta pulang. Berutung kesempatan ini, saya dapat memaksanya tanda-tangani berkas ujian susulanku.

"Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi serta Kepemimpinan", tuturnya sekalian membubuhkan nilai A di berkas ujianku.

"Semasa bapak masih dapat memberikan nilai A", kataku pendek.

"Cepatlah mendaftarkan, kuliah akan diawali minggu kedepan!".

"Terima kasih pak!" kataku sekalian tidak lupa memberi senyum semanis kemungkinan.

"Winda!" pekikan seorang mengagetkan lamunanku. Saya melihat mengarah sumber suara barusan yang saya prediksikan datang dari dalam mobil yang berjalan perlahan-lahan mendekatiku. Seorang buka pintu mobil itu, muka yang benar-benar saya tidak suka ada dari balik pintu Mitsubishi Galant keluaran tahun paling akhir itu.

"Masuk Winda..".

"Tidak, terima kasih. Saya dapat jalan sendiri koq!", Saya masih coba menampik secara lembut.

"Ayolah, waktu kau tega menampik ajakanku, walau sebenarnya dengan Pak Hr saja kau ingin!".

Saya heran sekejap, Seperti disambar petir di siang bolong.

"Da.., Darimanakah kau tahu?".

"Nah, jadi betul kan.., walau sebenarnya saya barusan cuma menduga-duga!"

"Sialan!", Saya mengumpat di hati, harusnya barusan saya berlaku semakin tenang, saya memang tetap gugup jika bertemu cowok satu ini, rasa-rasanya ingin cepat-cepat keluar dari hadapannya serta tidak mau lihat wajahnya yang horor itu.

Seperti tipikal orang Indonesia sisi wilayah paling timur, cowok ini hitam tinggi besar dengan bentuk sedikit gemuk, janggut serta cambang yang belum pernah dirapikan dengan rambut keritingnya yang dijaga panjang ditambah lagi triknya menggunakan baju yang belum pernah dikancingkan secara benar hingga memperlihatkan dadanya yang penuh bulu. Dengan accessories kalung, gelang serta cincin emas, jam tangan rolex yang dihiasi berlian.., cukup memperlihatkan jika ia ini orang yang punyai uang. Tetapi, saya jadi muak dengan performa semacam itu.

Dino memang salah satunya juara di universitas, anak buahnya banyak serta dengan kemampuan uang dan style juara semacam itu membuat ia jadi salah satunya momok yang sangat mencekam di lingkungan universitas. Ia itu mahasiswa lama, serta kemungkinan serta belum pernah lulus, tetapi tidak ada orang yang berani mengganggu kehadirannya di kamus, serta dari golongan akademik sekalinya.

"Bagaimana? Masih tidak ingin masuk?", bertanya ia 1/2 menekan.

Saya heran sekejap, belum ingin masuk. Saya benar-benar sangat tidak menyenangi lelaki ini, Tapi keliatannya saya tidak punyai alternatif lain, bisa-bisa kesemua orang tahu apakah yang kuperbuat dengan Pak Hr, serta saya serius ingin jaga rahasia ini, khususnya pada Erwin, tunanganku. Tetapi sekarang ini saya betul-betul tertekan serta ingin selekasnya biarkan permasalahan ini berlalu dariku. Karena itu tanpa ada pikirkan panjang saya menyetujui saja ajakannya.

Dino ketawa penuh kemenangan, dia lalu bicara sama orang yang ada di sampingnya agar beralih ke jok belakang. Saya membanting pantatku ke bangku mobil depan, serta pemuda itu langsung menancap gas. Sekalian nyengir kuda. Kesenangan.

"Ke mana kita?", tanyaku cemplang.

"Lho? Harusnya saya yang perlu bertanya, kau ingin ke mana?", bertanya Dino pura-pura bingung.

"Biarlah Dino, tidak perlu bersandiwara lagi, kau ingin apa?", Suaraku telah demikian pasrahnya. Saya telah tidak ingin memikir panjang lagi untuk minta ia menutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku ketawa.

"Ternyata ia cukup pahami apa tekadmu Dino!", Ia memberi komentar.

"Ah, diam kau Maki!" Ternyata orang itu namanya Maki, orang dengan performa hampir seperti dengan Dino terkecuali rambutnya yang dipotong crew-cut.

"Bagaimana jika ke rumahku saja? Saya benar-benar rindukanmu Winda!", pancing Dino.

"Sesukamulah..!", Saya mengetahui benar memang itu yang diharapkannya.

Dino ketawa penuh kemenangan.

Dia melarikan mobilnya semakin kencang mengarah satu kompleks perumahan. Lalu mobil yang ditumpangi mereka masuk pekarangan satu rumah yang lumayan besar. Di pekarangan itu telah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi Pajero serta satu lagi Toyota Great Corolla tetapi kedua-duanya terlihat diparkir sekenanya tidak teratur.

Interior depan rumah itu simpel saja. Hanya satu stel sofa, satu rack perlengkapan pecah iris. Tidak semakin. Dindingnya polos. Demikian pula tempok ruangan tengah. Berasa begitu luas serta kosongnya ruang tengah itu, walau satu bar dengan rack minuman beragam macam ada di pojok ruang, menghadap ke taman samping. Satu stereo set dipasang di ujung bar. Nampaknya barusan dimatikan dengan terburu-buru. Pitanya beberapa bergantung keluar.

Dari pintu samping selanjutnya ada 4 orang pemuda serta seorang gadis, yang pasti masih memakai seragam SMU. Mereka keluarkan suara 1/2 berbisik. Ke-4 orang lelaki itu, 3 orang kelihatannya satu suku dengan Dino atau sebangsanya, sedang yang satu lagi seperti bule dengan rambutnya yang gondrong. Sesaat sang gadis berpostur tinggi langsing, berkulit putih serta rambutnya yang hitam lurus serta panjang tergerai sampai ke pinggang, dia menggunakan bandana lebar di kepalanya dengan poni tebal tutupi dahinya. Mukanya yang oval serta bermata sipit mengisyaratkan jika dia turunan Cina atau sebangsanya. Harus kuakui ia memang cantik, seperti bintang film drama Mandarin. Tidak sama dengan performa ke-3 lelaki itu, gadis ini keliatannya bukan gerombolan mereka, disaksikan dari tampangnya yang masih tetap polos. Dia masih berseragam satu sekolah Katolik yang dapat langsung saya ketahui sebab memang ciri khas. Tetapi entahlah kenapa ia dapat berkawan dengan beberapa orang ini.

Dino bertepuk tangan. Selanjutnya mengenalkan diriku dengan mereka. Yos, serta Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino, Tito memiliki badan tambun serta yang bule namanya Marchell, sesaat gadis SMU itu namanya Shelly. Mereka yang lelaki melihat diriku dengan mata "lapar" membuat saya tanpa ada sadar menyilangkan tangan di muka dadaku, seakan-akan mereka dapat lihat badanku dibalik baju yang saya gunakan ini.

Terlihat tidak sabaran Dino menarik diriku ke loteng. Langsung ke arah satu kamar yang berada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu, sebetulnya semakin pas disebutkan ruangan penyangga di antara teras dengan kamar-kamar lainnya Karena di salah satunya ujungnya adalah pintu tembusan ke ruangan lain.

Disana ada satu kasur yang terhampar demikian saja di lantai kamar. Dengan sprei yang telah berantakan. Di pojok ada dua buah bangku sofa besar serta satu meja kaca yang mungil. Di bawahnya berantakan majalah-majalah yang cover depannya saja dapat membuat orang merinding. Bergambar perempuan-perempuan telanjang.

Saya sadar serta benar-benar sadar, apakah yang diinginkan Dino di kamar ini. Saya bergerak ke jendela. Tutup gordynnya sampai ruang itu terlihat sedikit gelap. Tetapi tidak lama, sebab selanjutnya Dino menghidupkan lampu. Saya berputar-putar membelakangi Dino, serta mulai menanggalkan baju yang saya gunakan. Dari blouse, selanjutnya rok bawahanku kubiarkan melaju bebas ke mata kakiku. Selanjutnya saya memutar balik tubuhku kembali menghadap Dino.

Begitu kagetnya saya saat saya kembali, rupanya di hadapanku sekarang bukan hanya ada Dino, tetapi Maki sedang berdiri disana sekalian cengengesan. Dengan pergerakan reflek, saya menyambar blouseku untuk tutupi badanku yang 1/2 telanjang. Lihat keterkejutanku, ke-2 lelaki itu justru ketawa terpingkal-pingkal.

"Ayolah Winda, Toh engkau juga seringkali menunjukkan badan telanjangmu pada beberapa lelaki lain?".

"Kurang ajar kau Dino!" Saya mengumpat sekenanya.

Muka lelaki itu beralih saat itu juga, dari ketawa terpingkal-pingkal jadi serius, benar-benar serius. Dengan tatapan yang benar-benar tajam ia berkata, "Apa engkau punyai alternatif lain? Ayolah, kerjakan saja serta setelah usai kita bisa lupakan insiden ini."

Saya heran, layani 2 orang sekaligus juga tidak pernah saya kerjakan awalnya. Ditambah lagi beberapa orang yang bertampang horor semacam ini. Tetapi sama seperti yang ia katakan, saya tidak punyai alternatif lain. Seribu satu alasan berkecamuk di kepalaku sampai membuat saya pusing. Badanku tanpa ada sadar sampai gemetar, berasa sekali lututku lemas kelihatannya saya telah kehabisan tenaga sebab digilir mereka berdua, walau sebenarnya mereka benar-benar belum mengawalinya.

Pada akhirnya, dengan benar-benar berat saya gerakkan ke-2 tangan mengarah punggungku dimana saya dapat mendapatkan hubungan BH yang saya gunakan. Pakaian tadi saya gunakan untuk tutupi sisi badanku sendirinya jatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus BH-ku sudah lepas serta melaju bebas serta sebelum jatuh ke lantai kulemparkan benda itu mengarah Dino yang selanjutnya ditangkapnya dengan terampil. Dia mencium sisi dalam mangkok bra-ku dengan penuh perasaan.

"Harum!", tuturnya.

Lalu dia seperti mencari suatu hal dari benda itu, serta saat ditemukan dia stop.

"36B!", tuturnya pendek.

Ternyata dia ingin tahu berapakah ukuran dadaku ini.

"BH-nya saja telah demikian harum, ditambah lagi didalamnya!", tuturnya sambil memberi BH itu pada Maki hingga lelaki itu ikutan menciumi benda itu. Akan tetapi mata mereka tidak sempat terlepas memandang belahan payudaraku yang sekarang tidak tertutup apa-apa lagi.

Saya sekarang cuma berdiri menanti, serta tanpa ada diharap Dino mengambil langkah mendekatiku. Dia mendapatkan kepalaku. Tangannya mendapatkan kunciran rambut serta melepaskannya sampai rambutku sekarang tergerai bebas sampai ke punggung.

"Nah, dengan ini kau terlihat semakin cantik!"

Dia terus berjalan melingkari badanku serta memelukku dari belakang. Dia sibakkan rambutku serta mengalihkannya ke depan melalui bahu samping kiriku, hingga sisi punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa ada penghambat. Lalu dia jatuhkan ciumannya ke tengkuk belakangku. Lidahnya menelusuri di seputar leher, tengkuk selanjutnya naik ke kuping serta menggelitik disana. Ke-2 iris tangannya yang kekar serta berbulu tadi memeluk pinggangku sekarang mulai merayap naik serta mulai meremas-remas ke-2 iris payudaraku dengan gemas. Saya masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi benar-benar kecuali pejamkan mataku.

Dino ternyata tidak demikian senang saya berlaku pasif, dengan kasar dia menarik mukaku sampai bibirnya dapat melumat bibirku. Saya cuma diam diri saja tidak memberi reaksi. Sekalian melumat, lidahnya mencari serta berupaya masuk ke mulutku, serta saat sukses lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku sampai dengan cara tidak menyengaja lidahkupun meronta-ronta.

Bersambung..... Artikel Berkaitan

Popular posts from this blog

Nilai ujian - 1

Nilai ujian - 3